Hadits Tentang Aurat Perempuan


Oleh: Khuloud Shefaa' dan Lutfiyah Naqya
A.     Latar Belakang
Pada era globalisasi ini, budaya saling mempengaruhi karena perkembangan teknologi dan informasi berjalan begitu cepat.Norma-norma agama yang telah dijadikan ajaran, panduan dan pedoman sekian lama pun bisa terkikis karena perubahan zaman, jika tidak diimbangi aqidah serta esesnsi keberagamaan yang kuat. Dalam kasus seperti sensasionalitas yang di perdagangkan diberbagai media massa, perempuan merupakan objek utama dalam bisnis ini. Misalnya, dunia periklanan, perfilman, music dan lain sebagainya.
Hal seperti inilah yang kemudian mengaburkan ajaran agama.Trend dan mode pakaian dijadikan tolak ukur tidak lagi ajaran agama. Perbincangan aurat pun terutama aurat perempuan dikalangan umat islam secara umum bukanlah yang hal yang penting.
Hanya sedikit umat islam yang konsisten melakukan kajian tentang aurat dan perempuan dan lebih sedikit lagi yang mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari. Karenanya penulis mencoba memaparkan hadits tentang aurat terutama aurat perempuan dengan rumusan masalah sebagai berikut:

B.      Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian aurat?
2.      Bagaimana pengertian aurat perempuan dan batasannya?
3.      Apakah suara wanita termasuk aurat?
4.      Apa ancaman bagi perempuan yang memperlihatkan auratnya?




A.     Pengertian Aurat

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ الْحُبَابِ عَنْ الضَّحَّاكِ بْنِ عُثْمَانَ قَالَ أَخْبَرَنِي زَيْدُ بْنُ أَسْلَمَ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَنْظُرُ الرَّجُلُ إِلَى عَوْرَةِ الرَّجُلِ وَلَا الْمَرْأَةُ إِلَى عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ وَلَا يُفْضِي الرَّجُلُ إِلَى الرَّجُلِ فِي ثَوْبٍ وَاحِدٍ وَلَا تُفْضِي الْمَرْأَةُ إِلَى الْمَرْأَةِ فِي الثَّوْبِ الْوَاحِدِ و حَدَّثَنِيهِ هَارُونُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ وَمُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ قَالَا حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي فُدَيْكٍ أَخْبَرَنَا الضَّحَّاكُ بْنُ عُثْمَانَ بِهَذَا الْإِسْنَادِ وَقَالَا مَكَانَ عَوْرَةِ عُرْيَةِ الرَّجُلِ وَعُرْيَةِ الْمَرْأَةِ[1]

Artinya: Telah menceritakan kepada kami [Abu Bakar bin Abi Syaibah] telah menceritakan kepada kami [Zaid bin al-Hubab] dari [adh-Dhahhak bin Utsman] dia berkata, telah mengabarkan kepadaku [Zaid bin Aslam] dari [Abdurrahman bin Abi Sa'id al-Khudri] dari [bapaknya] bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Tidaklah (boleh) seorang laki-laki melihat aurat laki-laki, dan perempuan melihat aurat perempuan, dan tidaklah (boleh) seorang laki-laki bersatu dengan laki-laki lain dalam satu baju. Dan tidaklah (boleh) seorang wanita bersatu dengan wanita lain dalam satu baju." Dan telah menceritakannya kepadaku tentangnya [Harun bin Abdullah] dan [Muhammad bin Rafi'] keduanya berkata, telah menceritakan kepada kami [Ibnu Abi Fudhaik] telah mengabarkan kepada kami [adh-Dhahhak bin Utsman] dengan isnad ini dan keduanya berkata dengan menggantikan kata "aurat" dengan "telanjang" seorang laki-laki dan perempuan.[2]
Hadits diatas merupakan sebagian dari hadits Nabi yang menyatakan tentang aurat perempuan maupun laki-laki. Hadits ini  terdapat banyak riwayat dari kitab hadits. Dapat disimpulkan dari hadits diatas bahwasanya  tubuh merupakan aurat yang seharusnya ditutupi dengan ketentuan dan batasan tertentu.
Aurat secara bahasa arabberarti al-‘aib as-sau’ah yang berarti cacat atau keji/jelek. Aurat dalam bahasa Urduberarti wanita, bagaimanapun dalam bahasa Urdu dan beberapa yang berbahasa Hindi di India mengartikannya sebagai wanita, tetapi sebenarnya kalimat aurat dalam bahasa Hindi adalah naari. Bahasa Hindi telah mengambil banyak kalimat dari bahasa Persia/Arab danSanskrit.[3]
Secara Istilah aurat ialah bagian tubuh yang dilarang tampak.[4] Aurat sendiri diartikan dengan berbagai definisi, namun pada umumya definisi aurat menurut para Ulama’ ialah segala sesuatu yang dirasa malu jika ia membukanya. Itu merupakan esensi dari aurat.[5]Pengertian aurat sendiri sudah dimaklumi pada zaman nabi, sehingga tidak ditemukan penjelasan yang mendetail mengenainya.[6]

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ حَدَّثَنَا أَبِي ح و حَدَّثَنَا ابْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا يَحْيَى نَحْوَهُ عَنْ بَهْزِ بْنِ حَكِيمٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ عَوْرَاتُنَا مَا نَأْتِي مِنْهَا وَمَا نَذَرُ قَالَ احْفَظْ عَوْرَتَكَ إِلَّا مِنْ زَوْجَتِكَ أَوْ مَا مَلَكَتْ يَمِينُكَ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِذَا كَانَ الْقَوْمُ بَعْضُهُمْ فِي بَعْضٍ قَالَ إِنْ اسْتَطَعْتَ أَنْ لَا يَرَيَنَّهَا أَحَدٌ فَلَا يَرَيَنَّهَا قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِذَا كَانَ أَحَدُنَا خَالِيًا قَالَ اللَّهُ أَحَقُّ أَنْ يُسْتَحْيَا مِنْهُ مِنْ النَّاسِ[7]
Artinya: Telah menceritakan kepada kami [Abdullah bin Maslamah] berkata, telah menceritakan kepada kami [Bapakku]. (dalam jalur lain disebutkan) Telah menceritakan kepada kami [Ibnu Basysyar] berkata, telah menceritakan kepada kami [Yahya] sebagaimana dalam riwayatnya, dari [Bahz bin Hakim] dari [Bapaknya] dari [Kakeknya] ia berkata, "Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, tentang aurat kami, siapakah yang boleh kami perlihatkan dan siapa yang tidak boleh?" beliau menjawab: "Jagalah auratmu kecuali kepada isteri atau budak yang kamu miliki." Ia berkata, "Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimana dengan suatu kaum saling bercampur dalam satu tempat (yang mereka saling melihat aurat antara satu dengan yang lain)?" beliau menjawab: "Jika kamu mampu, maka jangan sampai ada seorang pun yang melihatnya." Ia berkata, "Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimana jika salah seorang dari kami sedang sendiri?" beliau menjawab: "Allah lebih berhak untuk kamu malu darinya dari pada manusia."
Pada hadits diatas nampaknya kecenderungan makna aurat berarti kemaluan atau apa yang berada antara pusar dan lutut.

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الطُّفَاوِيُّ وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ بَكْرٍ السَّهْمِيُّ الْمَعْنَى وَاحِدٌ قَالَا حَدَّثَنَا سَوَّارٌ أَبُو حَمْزَةَ عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُرُوا أَبْنَاءَكُمْ بِالصَّلَاةِ لِسَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا لِعَشْرِ سِنِينَ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ وَإِذَا أَنْكَحَ أَحَدُكُمْ عَبْدَهُ أَوْ أَجِيرَهُ فَلَا يَنْظُرَنَّ إِلَى شَيْءٍ مِنْ عَوْرَتِهِ فَإِنَّ مَا أَسْفَلَ مِنْ سُرَّتِهِ إِلَى رُكْبَتَيْهِ مِنْ عَوْرَتِهِ[8]
Artinya: Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Abdurrahman Ath Thofawi] dan [Abdullah bin bakr As Sahmi] dan maknanya satu, mereka berkata; telah menceritakan kepada kami [Sawwar Abu Hamzah] dari ['Amru bin Syu'aib] dari [bapaknya] dari [kakeknya], dia berkata; bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam bersabda: "Perintahlah anak-anak kalian untuk melaksanakan shalat ketika mereka berumur tujuh tahun, dan pukullah mereka jika menolak sedang umur mereka masuk sepuluh tahun, serta pisahkanlah tempat tidur di antara mereka. Jika di antara kalian menikahkan budak atau pelayannya, maka jangan sekali-kali melihat sesuatu dari auratnya.Karena sesungguhnya, apa-apa yang berada antara pusar sampai lututnya adalah aurat baginya."[9]
Dan dalam hadits terakhir secara lebih jelas tertera bahwa aurat ialah bagian tubuh yang terdapat antara lutul dan pusar.Karenanya rasul melarang melihat aurat meskipun milik budak. Meskipun pada akhirnya para Ulama mengklasifikasi batasan aurat bagi perempuan dan laki-laki yakni bila sesama laki-laki yang masuk pada ketegori aurat ialah apa diantara pusar dan lutut. Dalam buku al-Fiqh al-Islami waAdillatuhukarya DR. Wahbah az-Zuhaili, persoalan aurat disimpulkan sebagai berikut:
Ulama sepakat menyatakan bahwa kemaluan dan dubur adalah aurat sedangkan pusar lelaki bukan aurat.Aurat lelaki adalah antara pusar dan lututnya, sedang aurat perempuan dalam shalat adalah selain wajah dan telapak tangannya.Aurat perempuan diluar shalat yaitu jika dengan yang mahram dan perempuan muslimah adalah antara pusar dan lututnya, ini menurut madzhab syafi’I dan Hanafi.Menurut madzhab Malik ialah seluruh badannya selain wajah, kepala, leher, kedua tangan serta kakinya.Sedangkan menurut pandangan Hanbali ialah seluruh badannya kecuali wajah, leher, kepala, kedua tangan dan kaki serta betis.
Aurat pria yang bukan mahramnya menurut sementara Ulama ialah seluruh badannya termasuk wajah dan telapak tangannya.Banyak juga Ulama yang sedikit memperlonggar sehingga berpendapat bahwa wajah dan kedua telapak tangannya bukanlah termasuk aurat.Demikianlah gambaran umum tentang pendapat para Ulama masa lalu.Saat ini berbagai pandangn para pakar atau Ulama tentang teks dan prinsip-prinsip keagamaan.Pandangan mereka yang memiliki kelonggaran-kelonggaran tidak jarang ditolak secara tegas oleh penganut Ulama terdahulu.[10]
B.      Aurat perempuan dan batasannya

حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ بْنُ كَعْبٍ الْأَنْطَاكِيُّ وَمُؤَمَّلُ بْنُ الْفَضْلِ الْحَرَّانِيُّ قَالَا حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ عَنْ سَعِيدِ بْنِ بَشِيرٍ عَنْ قَتَادَ عَنْ خَالِدٍ قَالَ يَعْقُوبُ ابْنُ دُرَيْكٍ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ أَسْمَاءَ بِنْتَ أَبِي بَكْرٍ دَخَلَتْ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَيْهَا ثِيَابٌ رِقَاقٌ فَأَعْرَضَ عَنْهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ يَا أَسْمَاءُ إِنَّ الْمَرْأَةَ إِذَا بَلَغَتْ الْمَحِيضَ لَمْ تَصْلُحْ أَنْ يُرَى مِنْهَا إِلَّا هَذَا وَهَذَا وَأَشَارَ إِلَى وَجْهِهِ وَكَفَّيْهِ قَالَ أَبُو دَاوُد هَذَا مُرْسَلٌ خَالِدُ بْنُ دُرَيْكٍ لَمْ يُدْرِكْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا[11]

Artinya: Telah menceritakan kepada kami [Ya'qub bin Ka'b Al Anthaki] dan [Muammal Ibnul Fadhl Al Harrani] keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami [Al Walid] dari [Sa'id bin Basyir] dari [Qatadah] dari [Khalid] berkata; Ya'qub bin Duraik berkata dari ['Aisyah radliallahu 'anha], bahwa Asma binti Abu Bakr masuk menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dengan mengenakan kain yang tipis, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pun berpaling darinya. Beliau bersabda: "Wahai Asma`, sesungguhnya seorang wanita jika telah baligh tidak boleh terlihat darinya kecuali ini dan ini -beliau menunjuk wajah dan kedua telapak tangannya-." Abu Dawud berkata, "Ini hadits mursal. Khalid bin Duraik belum pernah bertemu dengan 'Aisyah radliallahu 'anha."
Hadits di atas memiliki rentantan perawi yang menjadi bahasan panjang, serta penerimaan dan penolakan para Ulama’.Menurut Ulama yang menyatakan bahwa seluruh badan wanita adalah aurat, tanpa kecuali hadits di atas tidak dapat dijadikan argumen, karena Abu daud sendiri yang meriwayatkannya menilai hadits ini bersifat mursal.Dengan alasan bahwa Khalid Ibn Duraik tidak semasa dengan ‘Aisyah sehingga pernah bertemu dengan beliau.Hadits mursal dinilai oleh banyak ‘Ulama tidak dapat dinilai sebagai hujjah.Selain Khalid ibn Duraik nama-nama lain yang terdapat dalam rentetan perawi-perawinya juga bermasalah dalam pandangan sekian banyak ‘Ulama, misalnya Sa’id Ibn Basyir dinilai Dhaif.[12]
Alasan lain ialah bahwa bagaimana mungkin Asma’ yang merupakan putri Abu Bakr yang sekaligus saudara ‘Aisyah berani masuk menemui Rasulullah dengan berpakaian tipis, apalagi ‘Asma adalah perempuan yang baik keberagamaan dan ketakwaannya. Menurut Muhammad Isma’il al Muqaddam yang menilai hadits itu lemah.[13]
Tentu saja hadits diatas tidak dapat diterima oleh ‘Ulama yang mendukung pendapat bahwa wajah dan tangan perempuan bukan aurat.Secara panjang lebar Muhammad Nasiruddin Albani berupaya membuktikan bahwa walaupun hadits tersebut bersifat mursal namun ada sekian banyak riwayat yang senada dengannya, sehingga hadits diatas dapat dinilai shahih.[14]Meskipun penulis belum menemukannya dalam kutubut tis’ah maupun maktabah syamilah.
Dan menurut imam Nawawi yang juga dinukil oleh Albani bahwa ketika terdapat satu hadits diriwayatkan dari sumber yang berbeda-beda yang kesemuannya dhaif, tidaklah secara otomatis hadits itu gugur kedhaifannya. Hadits tersebut bisa meningkat menjadi hasan apabila ingatan perawinya lemah tapi dia seorang yang terpercaya atau apabila hadits tersebut mursal tetapi ada riwayat lain yang mendukungnya. Dalam konteks hadits di atas Albani menilainya shahih karena adanya jalur-jalur riwayat lain yang mendukungnya.
Sementara Ulama menguatkan hadits di atas dengan hadits yang diriwayatkan oleh Ibn Jarir at-Thabari meriwayatkan hadits melalui Qatadah yang intinya membolehkan menampakkan wajah dan tangan sampai dengan setengahnya. Riwayat tersebut menyatakan :
وذكر الطبري عن قتادة في معنى نصف الذراع حديثا عن النبي صلى الله عليه وسلم، وذكر آخر عن عائشة رضي الله عنها، عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال: " لا يحل لامرأة تؤمن بالله واليوم الآخر إذا عركت أن تظهر إلا وجهها ويديها إلى هاهنا "، وقبض على نصف الذراع.
Artinya: Dari ‘Aisyah ra:bahwasannya Rasulullah SAW bersabda: “Tidak halal bagi seorang perempuan yang percaya kepada Allah dan hari kemudian dan telah haid untuk menampakkan kecuali wajah dan tangannya sampai disini” (lalu beliau memegang setengah tangan).
Dalam riwayat yang lain kata la Yahill yang berarti tidak halal, di ganti dengan kata la yashluh yang berarti tidak wajar.Ada riwayat serupa melalui Ibn Juraij yaitu:
عن عا ئشة رضى الله عنها قالت: خرجت لإبن أخى عبدالله إبن الطفيل مزَيَّنَة فكرهه النبى (ص) فقلتُ إنه
 إبن أخى يا رسو ل الله فقال : إذا عركت المرأة لم يحلَّ لها ان تظهر الا وجهها  أو ما  دون هذا (و قبض
 على ذراع نفسه)
Artinya: Aisyah R.A berkata: aku pergi berkunjung ke putra saudaraku (dari ibuku) Abdullah Ibn at-Thufail dalam keadaan berhias ketika itu Nabi SAW tidak senang, maka aku berkata wahai Rasulullah dia adalah anak saudaraku, maka Nabi SAW bersabda: apabila perempuan telah haid, tidaklah halal baginya untuk menampakkan kecuali wajahnya dan apa yang selain ini (lalu beliau memegang tangan beliau)[15]
Mengenai batasan aurat dengan perintah menutupnya dalam al-Qur’an, berikut dalilnya.Yaitu dalam surat an-Nur ayat 31:

Sehubungan dengan perintah Allah yakni janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang biasa nampak darinya, diriwatkan dari Ibn Abbas bahwa yang tampak ialah wajah, kedua telapak tangan dan cincin.Penafsiran senada juga diriwayatkan dari Ibn Umar, Atha’ dan tabi’in lainnya. Boleh jadi Ibn Abbas dan para pengikutnya itu hendak menafsirkan apayang tampak padanyadengan wajah dan kedua telapak tangan. Dan inilah pendapat  yang dikenal oleh mayoritas Ulama’ yang berdasarkan hadits diatas yang diriwayatkan oleh Abu Daud dalam sunannya. Pada kalimat selanjutnya dalam ayat diatas dan hendaklah mereka menutup kain kerudung ke dadanya yakni sekitar leher dan dada agar mereka berbeda dari wanita jahiliyah yang suka membukakan dada, leher dan kepangan rambutnya.Allah menyuruh kaum mukmin perempuan menutup aurat dirinya. Hal ini sebagaimana firman Allah Ta’ala surat al-Ahzab ayat 59:

Artinya: Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya (sejenis baju kurung yang lapang yang dapat menutup kepala, muka dan dada) ke seluruh tubuh mereka". yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Ø  Suara Perempuan

Artinya: Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk (berbicara dengan sikap yang menimbulkan keberanian orang bertindak yang tidak baik terhadap mereka) dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya (orang yang mempunyai niat berbuat serong dengan wanita, seperti melakukan zina) dan ucapkanlah Perkataan yang baik.
Suaraperempuan bukanlah aurat.Itu merupakan pendapat Ulama yang poluler.Karena istri Rasul bercakap-cakap dengan para sahabat Rasulullah SAW.Dan para sahabat juga mendengar serta belajar hukum-hukum agama dari mereka.[16]Terutama yang berkaitan tentang perempuan dan rumah tangga.Dan perempuan berhak berbicara pada semua bidang.Ia dapat berkhutbah di muka khalayak sebagaimana Sayyidah Fathimah az-Zahra dan Sayyidah Zainab berpidato dimuka umum.
Perempuan dapat menyampaikan kasidah dan syair dan berhak untuk bergabung di forum-forum guna berdikusi dengan kaum pria dalam masalah-masalah pemikiran, sebagaimana yang terjadi dalam sejarah ketika para permpuan berdiskusi bersama Rasulullah SAW.Dengan demikian suara perempuan bukan aurat tapi ada suatu kehati-hatian dalam masalah ini yaitu apa yang ditunjukkan oleh ayat diatas ketika wanita menggerakkan secara -tidak alami- suaranya, dan ia berniat menggoda yang menunjukkan penyimpangan, senandung dan nyanyian yang pada sebagian keadaan dianggap sebagai ajakan kepada pria untuk mendatanginya atau memberanikan pria untuk merayu dirinya.
Adapun berbicara secara normal tidak ada masalah. Dan tidak ada larangan bagi perempuan untuk menjadi qariah atau melagukan al-Qur’an atau semisal belajar al-Qur’an pada pria .pada prinsipnya tidak ada larangan (keharaman), kecuali jika masalah ini sampai pada batas apa yang disebut oleh al-Qur’an dengan kata al-khudu’ dalam suara.[17]
Pendapat mengenai suara perempuan adalah aurat memang banyak diulas dalam kitab-kitab hadist seperti syarh muwaththa’ “almuntaqa” dan syarh sunan abu daud, namun penulis belum menemukan hadits tentang suara itu aurat dalam kitab-kitab hadits.Sehingga penulis berpendapat bahwa memang suara wanita bukanlah aurat.

C.      Ancaman bagi yang memperlihatkan aurat
حَدَّثَنِي زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ سُهَيْلٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلَاتٌ مَائِلَاتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لَا يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلَا يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا[18]
Artinya: Telah menceritakan kepadaku [Zuhair bin Harb]; Telah menceritakan kepada kami [Jarir] dari [Suhail] dari [Bapaknya] dari [Abu Hurairah] dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Ada dua golongan penduduk neraka yang keduanya belum pernah aku lihat. (1) Kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi, yang dipergunakannya untuk memukul orang. (2) Wanita-wanita berpakaian, tetapi sama juga dengan bertelanjang (karena pakaiannya terlalu minim, terlalu tipis atau tembus pandang, terlalu ketat, atau pakaian yang merangsang pria karena sebagian auratnya terbuka), berjalan dengan berlenggok-lenggok, mudah dirayu atau suka merayu, rambut mereka (disasak) bagaikan punuk unta. Wanita-wanita tersebut tidak dapat masuk surga, bahkan tidak dapat mencium bau surga.Padahal bau surga itu dapat tercium dari begini dan begini."
كاسيات  disini sebagaimana dalam Shahih Muslim bi Syarhi an-Nawawi dijelaskan setidaknya ada dua makna yaitu perempuan yang berpakaian nikmat Allah namun telanjang dalam arti tidak mesyukuri nikmat tersebut.Makna yang kedua ialah makna kaliamat secara dhahirnya yakni perempuan yang berpakaian namun seperti telanjang karena tipis ataupun ketatnya pakaian yang dikenakan.Mereka dikatakan berpakaian karena memang mengenakan pakaian.
Akan tetapi dikatakan juga telanjang karena pakaiannya tidak berfungsi menutupi aurat, sangat tipis atau ketat sehingga masih memperlihatkan tubuhnya seperti kebanyakan perempuan zaman sekarang.Rasul menggambarkan kepala perempuan itu seperti punuk unta, karena mereka memasang sanggul di atas kepalanya.[19]
Ini merupakan berita ghaib yang pernah diterima Nabi Muhammad SAW. Allah telah memperlihatkan kepada Rasul SAW, apa yang akan terjadi pada zaman sekarang. Abdul Aziz Abdullah Bin Baaz mengomentari hadits ini seraya berkata: “ini merupakan peringatan keras bagi kaum perempuan agar tidak berbuat tabarruj, Sufur, mengenakan pakaiaan tipis dan mini, berpaling dari kebenaran dan kesucian, menyeret manusia ke jurang kebatilan”. Ancaman bagi mereka yangmengerjakan hal itu akan diharamkan surga baginya.



A.     Kesimpulan
·         Aurat secara bahasa arab berarti al-‘aib as-sau’ah yang berarti cacat atau keji/jelek. Aurat dalam bahasa Urduberarti "wanita", Secara Istilah aurat ialah bagian tubuh yang dilarang tampak. Aurat sendiri diartikan dengan berbagai definisi, namun pada umumya definisi aurat menurut para Ulama’ ialah segala sesuatu yang dirasa malu jika ia membukanya.
·         Ulama berbeda pendapat dalam batasan mengenai batasan aurat. Ada ulama yang berpendapat bahwa aurat perempuan adalah seluruh tubuh dan ada yang berpendapat seluruh tubuh kecuali wajah dan tangan. Sebagai pendapat al-Banni. Namun hadits mengenai itu dianggap mursal.
·         Begitu banyak ulasan mengenai apakah suara perempuan aurat atau tidak. Namun yang lebih populer dan pendapat jumhur suara perempuan bukanlah aurat. Mengenai hadits tentang bahwa suara perempuan itu aurat penulis belum menemukan hadistnya secara pasti dalam kitab-kitab hadits.
·         Ancaman bagi perempuan yang memperlihatkan auratnya adalah diharamkan surga baginya. Dan ancaman ini tidak hanya berlaku bagi perempuan. Karena dalam islam aurat merupakan hal yang dijaga dari memperlihatkannya.

B.      Saran dan Kritik
Demikianlah makalah mengenai hadits aurat perempuan yang dapat kami paparkan.Kami mengakui terdapat kekurangan dari makalah kami karenanya saran dan kritik yang membangun dari para pembaca sekalian kami harapkan demi penyempurnaan isi makalah ini.



DAFTAR PUSTAKA
Alkaf, Muhammad Abdul Qadir (penerjemah). Dunia Wanita dalam Islam. Jakarta: PT. Lentera Basritama. 2000
Fachruddin, Amir Hamzah. Ensiklopedi Wanita Muslimah. Jakarta: Darul Falah, 1418 H/1998M
Qardhawi,Yusuf. Halal haram dalam Islam. Surakarta: Era Intermedia. 2000
M Shihab, Quraish. Jilbab, Pakaian Wanita Muslimah. Jakarta: Lentera Hati. 2004.
Kutubut Tis’ah Digital
Maktabah Syamilah Digital



[1] Sahahih Muslim: Hadits ke-512
[2] Lidwa.com diunduh pada tanggal 13 Maret 2011, pukul 12;53
[3]http://id.wikipedia.org/wiki/Aurat diunduh tanggal 12 maret 2011, pukul 11;41
[4] Terjemahan Al-Khathaya fi Nazhari‘l-Islam, penerjemah: Bahrun abu Bakar, Bandung: Gema Risalah Press, 1993, hal: 103
[5] Tuhafatul Ahwadzy bisyarhi Jami’ut Tirmidzi, keterangan Hadits 1093
[6]http://rfirmans.wordpress.com, di unduh pada tanggal 12 Maret 2011, pukul 14.30 WIB
[7] Abu Daud, Hadits ke-3501
[8] Maktabah Syamilah, Musnad Ahmad, Hadits ke-6467
[9] Lidwa.com diunduh pada tanggal 13 Maret 2011, pukul 12;53
[10] M Quraish Shihab, Jilbab, pakaian wanita muslimah, Jakarta: Lentera Hati, 2004, hal: 190-111
[11] Maktabah Syamilah, Abu Daud, Hadits ke-3580
[12] Kutub at-Tis’ah, sunan Abu Daud, sanad Hadits ke-3580
[13] M Quraish Shihab, Jilbab, pakaian wanita muslimah, Jakarta: Lentera Hati, 2004, hal: 89-92
[14]Ibid …
[15]Yakni kurang lebih setengah tangan.Yang dimaksud Dzira’ atau tangan disini ialah dari mulai siku kebawah.
[16] Amir hamzah fachruddin, Ensiklopedi Wanita Muslimah, Jakarta: Darul Falah, 1418 H/1998M, Hal. 154
[17] Muhammad Abdul Qadir Alkaf (penerjemah), Dunia Wanita dalam Islam, Jakarta: PT. Lentera Basritama, 2000, hal. 134-135
[18] Kutubut Tis’ah, Shahih Muslim, Hadits ke-3971
[19] DR Yusuf qardhawi, Halal haram dalam Islam, Surakarta: Era Intermedia, 2000, hal: 130-131

Komentar

Postingan Populer